Wednesday, March 23, 2011

Lagu Kehidupan 1


KisahMesum.Com : Bab I


Deringan lembut handyphone di saku celana meminta perhatianku diantara kesibukan siang itu.”Selamat siang, dr. Fran di sini.” sahutku menghentikan sejenak kegiatan membuat resume pasien siang itu.

“Siang dok, Ini Yuli, mau mengingatkan nanti sore ada meeting di pabrik dok.” sahut suara lembut di ujung sana.

“Oh ya, terimakasih, nanti saya akan datang.” tegasku.

“Terimakasih, selamat siang dok.”

“Siang.”



Demikianlah percakapan singkat siang itu sedikit mengusik keasyikanku dan sambil menunggu berlalunya waktu. Pikiranku melayang ke rencanaku selanjutnya selepas tugas. Yach aku harus ke tempat papa, pabrik garment di sekitar Pasar Rebo sana, sebab jam 4 sore nanti ada management meeting katanya.


Masih terngiang permintaan papa tadi pagi agar aku menyempatkan diri untuk dapat hadir dalam meeting tersebut. Yach, papa ingin aku mau terlibat dan meneruskan usaha yang telah papa rintis sejak dulu.


“Sore dok.” sapa Pak Budi satpam pabrik sopan ketika aku keluar dari mobil setibanya di pabrik sore hari itu.

“Sore juga, sudah ngumpul Pak?” tanyaku kemudian.

“Baru team Bandung, dok.” jelasnya seraya menutupkan pintu mobilku.

“Oh..,”


Sebagai informasi tambahan, saat ini group yang papa pimpin sudah punya 3 lokasi pabrik, satu di Pasar Rebo ini, satu di Bekasi dan satu lagi di Bandung. Kapasitas produksi yang paling besar adalah yang di Pasar Rebo ini. Masing-masing pabrik memiliki Factory Manager, tapi keseluruhan operasional ada di bawah management pusat yang berkedudukan di Pasar Rebo, Jakarta. Pabrik-pabrik ini semula adalah milik perusahaan lain yang kemudian diakuisisi oleh papa.


Pabrik yang di Pasar Rebo ini cukup luas, tanahnya saja kira-kira 20 m X 100 m, sedangkan yang jadi bangunan hanya 12 m X 90 m saja, oleh karena bagian depan untuk tempat parkir sedangkan sisi samping kiri untuk jalan masuk mobil box ke belakang, ke gudang maksudnya untuk bongkar muat. Di bagian depan terdiri atas 2 lantai, yang bawah menjadi ruang receptionist sekaligus show room, dan sedikit ruangan untuk departement designer dan pola, sedangkan di lantai 2 semuanya jadi kantor.


Dan seperti biasanya, begitu masuk aku langsung menuju ke kamar kecil. Kata orang, kamar kecil harus bersih dan itu mencerminkan bagaimana jalannya suatu perusahaan. Hal ini kucermati benar oleh karena pasar eksport kami juga sebagian ke negara-negara Asia yang memperhatikan benar masalah ini. Nampak semuanya baik-baik saja.


Setelah itu aku naik ke atas dan langsung masuk ke ruang kerja papa, tapi tidak ada papa di ruangan itu. Ketika aku mau keluar, sempat terlihat seberkas buku yang menarik perhatianku, dimana di sampulnya tertulis cukup besar dan menyolok ‘PT. Adi Busana Tirta Mandiri’ dengan warna biru dan juga tertulis jelas ‘CONFIDENTIAL’ yang berwarna merah.


Jadi aku masuk dan mengambil buku itu yang cukup tebal dan duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Kubaca-baca buku itu tanpa tahu apa maksudnya, tapi isinya ada profil perusahaan, susunan management, daftar list customer, pasar eksport, jatah quota tahun fiskal berjalan dan lain sebagainya, lengkap sekali. Yang menarik adalah pemilik dari perusahaan ini, yaitu Bapak Tedy Gunawan, yang punya anak perempuan Imelda Gunawan, Imel.


Aku pernah dekat dengan Imel, dua angkatan di bawahku dari FE dan waktu itu aku sudah di tingkat 4, dan aku kenal dia saat aku mulai aktif di senat. Waktu itu aku mulai coba-coba aktif di kampus, biar bergaul sedikit gitu. Terus kami berkenalan waktu sama-sama aktif di organisasi kampus, tepatnya saat membentuk kepanitiaan, dimana aku sebagai perwakilan dari Fakultas Kedokteran dan dia dari Fakultas Ekonomi.


Dari situ aku sempat dekat dengan Imel dan beberapa kali main ke rumahnya, namun suatu kali bukan Imel yang menemuiku tapi Bapak Tedy Gunawan beserta nyonya. Aku sempat dikuliahin panjang lebar dech, dimana disinggung juga mengenai masa depan yang masih jauh dan perlu dipikirkan matang-matang, bukan hanya sekedar emosi dan lain-lain. Tapi inti yang dapat kutangkap sich hubungan kami tidak direstui, mungkin Bapak Tedy Gunawan hanya melihat dari sisi penampilan fisikku yang hanya mengendarai GL Pro.


Jadi hubunganku dengan Imel rasanya tidak sampai 3 bulan, dan celakanya waktu kucoba menemui Imel setelah kejadian itu, dia nampaknya segan untuk melanjutkan hubungan. Tidak lama setelah itu aku sering melihat dia jalan dengan Ramli anak Fakultas Tehnik, dengan penampilan lebih yahud dariku (kendaraannya Civic model terbaru saat itu).


Buat kusendiri yach tidak ada rasa sakit hati tuch, hanya kecewa saja. Gimana yach, namanya juga baru jadian, jadi belum membekas dan mendalam gitu, yach berlalu gitu saja tanpa kesan yang mendalam.


“Eh.., sudah datang. Sudah lama?” suara khas itu sedikit mengagetkanku.

“Baru Pa.., ini untuk apa?” tanyaku seraya menunjukkan buku yang sedang kubaca ini.

“Oh.., mau dijual tuch.” tukas papa pendek.

“Terus.. Papa berminat?”

“Memangnya kenapa..?” tanya papa berbalik.

“Gini dech.., biar Fran yang pelajari, oke..?” pintaku cepat.

Papa mengerutkan kening, tanda heran sekaligus tidak setuju.


“Gini Pa, saat ini kita memang punya 3 pabrik dan seluruhnya di bawah management kantor pusat ini. Fran kira kita punya tim management yang sangat solid, tapi perlu diingat hal ini sudah berlangsung cukup lama, dan kita perlu memikirkan peningkatan karier bagi para manager yang ada. Intinya Fran ingin mengembangkan mereka untuk masing-masing berkembang dan membentuk tim yang solid sekaligus membagi resiko.” jelasku menyakinkan.

Tidak tahu apakah papa menangkap maksudku atau tidak, tapi yang pasti dengan isyarat papa mengangkat bahu, itu sudah cukup.


Segera aku pergi ke ruang Pak Ferdinand, yang kutahu benar dia jago di bidang accounting dan sangat berpengalaman, beliau sudah bekerja dengan papa sejak perusahaan ini berdiri. Setelah basa basi sejenak, kuungkapkan keinginanku agar beliau mempelajari proposal PT. Adi Busana Tirta Mandiri tersebut dan kuminta jawaban itu minggu depan.


Dalam meeting juga tidak ada yang istimewa, semuanya seperti biasa, hanyalah hal-hal rutin (laporan masing-masing pabrik mengenai produksi, rencana produksi, kemudian dari marketing mengenai program kerja yang dijalankan dan rencana kerja, yang tentunya juga berkaitan dengan divisi kuota dan lain sebagainya).


Yang menarik justru issue yang dilemparkan oleh Bapak Yunus selaku personalia pabrik di Bandung yang mengungkapkan adanya rencana aksi buruh untuk menggoyang pabrik. Katanya gejala ini sudah melanda Bandung selatan dan mulai bergerak ke lokasi pabrik kami, provokatornya juga sudah menghubungi Pak Yunus dan mengungkapkan bahwa di pabrik kami ada tuntutan buruh, walaupun itu di luar normatif, namun mereka meminta agar kami mempertimbangkan masalah itu, bila tidak dipenuhi dapat terjadi demo.


Kesannya ini memang serius bahwa ada usaha untuk menggoyang, tapi seberapa jauh merasuk ke lingkungan pabrik. Pak Yunus belum dapat memberikan prediksinya. Usulku dalam meeting itu agar Pak Yunus dapat langsung menghubungi Pak Asep yang diinformasikan sebagai provokatornya, tapi aku yakin pasti ada orang lain di belakang Pak Asep itu, dan hal ini sudah kupesankan ke Pak Yunus untuk mencari tahu siapa dalangnya, lalu kami beli saja dia, daripada repot-repot mengurusinya, asal jangan terlalu mahal.


Buatku ini adalah masalah yang cukup serius, sambil nanti kami menginstropeksi di bagian mana yang perlu kami benahi untuk meningkatkan kesejahteraan buruh, yang penting jangan sampai meledak dulu. Kalau sudah meledak akan sulit bagi kami untuk meredamnya, dan akan lebih mahal lagi kami membayarnya. Nampaknya semua setuju.


Bab II


“Sore Pak Ferdinan, ini Fran, saya sedang menuju ke sana dan tolong siapkan laporan analisa Bapak mengenai busana, kita diskusi sore ini.” demikian pintaku melalui telephone sore itu.

“Baik dok.”


Demikianlah sore hari itu aku berdiskusi panjang lebar mengenai status financial dan prospektif dari perusahaan dengan Pak Ferdinan, serta beberapa kemungkinan pos-pos yang dicurigai, sehingga dapat menimbulkan neraca defisit demikian besar. Istilah kerennya sich studi kelayakan gitu, tapi dari sisi financial saja termasuk pos kuota yang terkenal pos basah untuk bermain dan korupsi. Selesai itu aku berdiskusi lagi masalah itu dengan papa dan juga mengenai visi dan misiku panjang lebar, dan akhirnya papa menyetujui dibentuknya tim sukses.


Tim yang kuminta adalah Bapak Riandha selaku Project Officer, beliau saat ini menjabat sebagai Export Director dan aku yakin beliau memiliki kemampuan memimpin yang baik, dan dari bagian itu juga sudah ada calon penggantinya, sehingga kalau Bapak Riandha kuambil untuk posisi Managing Director di BUSANA, bagian export tidak akan terganggu.


Kemudian dari finance kuminta Bapak Hernadi, beliau adalah binaan Pak Ferdinan yang merupakan calon potensial, tapi tidak akan naik posisinya selama masih ada Pak Ferdinan. Jadi kuminta beliau untuk menangani BUSANA.


Aku juga punya keyakinan bahwa Pak Riandha dan Pak Hernadi dapat bekerja sama dengan baik dan aku juga yakin dengan komposisi ini ditambah nanti dengan pilihan mereka sendiri aku akan punya tim yang tangguh untuk mengatasi persoalan yang membelit BUSANA selama ini.


Dua bulan setelah pembentukan tim itu, disimpulkan bahwa kami jadi untuk mengakuisisi PT. BUSANA ADI TIRTA MANDIRI dan pada keputusan akhir disepakati bahwa Bapak Tedy Gunawan masih menjadi board of Director, sedangkan aku sendiri sebagai Presdirnya. Itu juga atas rekomendasi Bapak Riandha yang menilai bahwa Bapak Tedy pada dasarnya memiliki kapabilitas untuk itu, hanya saja hampir seluruh director dan head departementnya dicopot, yang masih dipertahankan beberapa orang saja termasuk dari bagian marketing.


Ini asli aku tidak ikut campur tangan terhadap analisa dan pembentukan kepengurusannya. Aku hanya menyetujui saja. Jadi benar-benar murni bisnis atas dasar kemampuan Bapak Riandha selaku Managing Director yang baru yang kuberikan wewenang penuh untuk pembentukan dan negosiasi dengan backup dari aku dan papa. Memang agak terbalik, tapi aku percaya dengan loyalitas dan kemampuan Bapak Riandha, tentunya di samping itu aku juga sebenarnya tidak mengerti sekali urusan garment ini.


Bapak Riandha sendiri juga tidak mengetahui adanya latar belakang atau ambisi pribadiku untuk mengakuisisi perusahaan itu. Yang selama ini kutunjukkan kepadanya adalah bahwa sudah saatnya Bapak Riandha berkembang dan menunjukkan kemampuannya dan lepas dari bayang-bayang kesuksesan papa selama ini untuk memimpin. PT. Busana Adi Tirta Mandiri ini juga berada di luar group papa, sehingga tidak ada nama papa di susunan kepemilikan perusahaan ini sekaligus untuk membagi resiko, demikian argumentasi yang kuajukan waktu itu dan nampaknya dapat dimengerti oleh papa.


Yang seru sebenarnya waktu penandatanganan berita acara pengalihan kepemilikan, waktu itu memang sudah agak terjepit posisi Bapak Tedy terhadap bunga hutang dan hutang pokok yang sudah jatuh tempo serta perjanjian-perjanjian lainnya dengan pihak lain. Sehingga bilamana waktu itu aku mundur dari rencana semula, maka habislah riwayat Bapak Tedy, mungkin rumah dan harta miliknya akan disita oleh Bank. Tapi bila aku masuk dengan fresh money dan pengambilalihan saham kepemilikan, maka beban biaya menjadi tanggunganku, sehingga Bapak Tedy dapat terhindar dari tuntutan hukum itu.


“Selamat siang dok, ini Yuli.., mau mengingatkan siang ini dokter di tunggu di kantor Busana,” demikian pesan sekretaris papa.

“Oh ya, sebentar saya menuju ke sana.” aku memberikan kepastian.

“Dok.., Riandha nich..!” tidak lama setelah Yuli telpon, Bapak Riandha juga mencoba untuk mengingatkan aku bahwa siang itu aku harus menandatangani berita acara jual beli sekaligus serah terima kepemilikian perusahaan.


Kulirik jam tanganku, hehehe.., aku memang terlambat hampir 1 jam dari yang seharusnya. Yach, memang selain aku sengaja terlambat, sebenarnya aku juga tadi banyak pasien, sehingga aku baru selesai lebih siang dari biasanya.


Bersambung ke bagian 02