Friday, March 18, 2011

Aku Jadi Penonton Perselingkuhan Istriku



Sebagai sekretaris istriku sering mendapatkan tugas lembur. Dan aku terpaksa menunggu di kantornya hingga pekerjaannya selesai.

Sore itu saat aku memasuki kantornya Pak Darno petugas Satpam bilang bahwa Bu Retno, istriku, masih bersama Pak Direktur. Waahh.. Kena lembur lagi nih. Jadi terpaksa aku duduk di ruang tunggunya sambil ngobrol sama Pak Darno.

Tak lama ngobrol Pak Darno minta maaf padaku, dia harus pulang lebih dahulu karena istrinya minta diantar ke dokter. Dia mengambil segepok majalah dan koran, 'Silahkan baca-baca Mas, biar nggak sepi'. Pak Darno meninggalkan aku sendirian.

Sesudah hampir semua halaman majalah aku baca-baca, istriku belum juga nongol. Apakah pekerjaannya demikian penting sehingga mesti dilembur macam begini? Aku agak kesal karena bosan menunggu. Akhirnya aku iseng-iseng. Aku masuk ke ruangan kantor.

Lampu ruangan tidak lagi sepenuhnya menyala. Ngirit. Nampak sederetan meja kosong telah ditinggalkan para karyawan pulang. Aku tengok sana sini, kulihat ada ruangan kaca di pojok sana yang masih terang namun kacanya ditutup dengan 'blind curtain' gorden berlipat yang biasa dipakai di kantor. Mungkin disana istriku bekerja lembur. Pelan-pelan aku mendekat. Aku ingin melihat apa yang dikerjakan istriku. Aku bias mengintip dari celah 'blind curtain' itu.

Bagai kena palu godam 1000 kati saat aku menyaksikan apa yang bisa kusaksikan. Aku melihat Retno istriku dalam keadaan telanjang bulat tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuhnya sedang berjongkok dengan lututnya diselangkangan Pak Wijaya bossnya yang bermata sipit itu. Rok dan blus berikut BH dan celana dalamnya nampak terserak di lantai. Jelas dia sedang sibuk mengulum kemaluan Pak Wijaya yang duduk telentang di sofa yang nampak begitu empuknya.

Tanpa melepas kemeja dan dasinya Pak Wijaya hanya merosotkan celana hingga merosot ke lantai, tangannya memegang kepala Retno menekan naik dan turun. Retno mengulum dan memompa kontol Pak Wijaya dengan mulutnya. Wajah Pak Wijaya dengan mata sipitnya nampak menyeringai merasakan nikmat tak terhingga dari bibir Retno. Samar-samar kudengar desahan nafsu Pak Wijaya dan suara-suara bibir istriku yang sedang penuh memompa kontol bossnya itu.

Rupanya aku telah ditipu istriku sendiri. Aku yang dengan setia menjemput dan menunggu setiap sore tidak menduga bahwa justru istriku ini berbuat selingkuh dengan direkturnya. Aku meledak ingin marah, namun kutahan. Mungkin tidak ada gunanya. Sambil terus berusaha menenangkan diriku aku menyaksikan apa yang akan berlanjut dari yang kulihat sekarang ini.

Pak Wijaya menarik lengan istriku. Dia rangkul tubuh Retno untuk duduk di pangkuannya sedikit naik ke perut. kontol Pak Wijaya yang telah mampu memberi semangat syahwat istriku tadi nampak putih bersih mencuat panjang dengan bonggolnya yang gede nongol di belakang pantat istriku. Dengan sangat keranjingan Pak Wijaya langsung melumati dada istriku. Menyusu bak bayi manja di puting susu Retno yang berwarna coklat kemerahan itu dan tampak sudah tegak mengacung dengan maksimal karena tekanan birahi yang dahsyat yang melanda tubuh Retno sambil tangannya merabai relung-relung tubuh sensual istriku. Aku melihat nikmat yang tak terhingga melanda istriku. Tubuhnya bergeliatan menahan gelinjangnya sambil tak putus-putusnya desah serta rintihannya mengalir dari mulutnya yang mungil itu.

Sesuatu yang muskil telah terjadi pada diriku. Hal yang semula sangat memukul aku kini justru membangkitkan hasratku. Aku dirangsang oleh gairah birahi saat menyaksikan bagaimana istriku begitu merasakan nikmat dilumati bossnya. Aku menyaksikan betapa istriku dengan penuh semangat syahwatnya telah mengenyoti kontol Pak Wijaya. Kini kemaluanku terasa menegang dan sesak di celanaku. Dan akhirnya aku mesti menyaksikan pergulatan asyik masyuk antara istriku dengan bossnya ini sambil meremasi kontolku sendiri.

'Ppaakk.. Retno nggak tahan ppaakk..' istriku menyambar bibir Pak Wijaya dan melumat-lumat habis-habisan.

Kemudian Pak Wijaya mengangkat sedikit tubuh istriku. Tangan kirinya meraih kontolnya dan diarahkannya ke nonok Retno yang tampak dirimbuni oleh bulu-bulu jembut keriting itu. Apa yang terjadi kemudian sangatlah mendebarkan jantungku. Aku melihat bagaimana kontol gede dan panjang milik Pak Wijaya itu menembusi nonok Retno istriku yang sangat aku tahu betapa sempit lubangnya.

Berkali-kali kulihat yang satu menekan yang lain menjemput. Sesudah kontol Pak Wijaya hampir selalu meleset untuk diluruskan kembali, akhirnya dengan pelan kusaksikan kemaluan istriku menelan batangan gede panjang itu. Uucchh.. Bagaimana bisa..? Istriku menyeringai. Nampaknya dia mendapatkan rasa pedih sekaligus nikmat yang tak bertara.

Akhirnya seluruh batangan itu melesak tertelan menembusi nonok Retno. Mereka lantas diam sesaat. Hanya bibir-bibir mereka yang kembali terus berpagut. Itu mereka lakukan untuk meningkatkan hasrat birahinya. Kemudian secara hati-hati Pak Wijaya memulai dengan menaik turunkan pantatnya. Kudengar rintih Retno..

'Aduuhh.. Aduuhh.. Adduuhh..' Mengulang-ulang kata aduh setiap kali kontol Pak Wijaya ditarik dan menusuk.

Sesudah beberapa kali berlangsung kulihat tangan istriku bergerak berpegangan bahu bossnya. Dia kini nampak akan mengambil alih gerakan. Dengan sekali lagi memagut bibir Pak Wijaya istriku mulai menggenjot dan mengenjot-enjot. Nonoknya nampak naik turun seakan menyedoti kontol gede bossnya itu. Bibir nonoknya setiap kali nampak tertarik keluar masuk karena sesaknya bibir nonoknya menerima gedenya batang kontol Pak Wijaya.

Aku tak mampu lagi bertahan. Aku turunkan celanaku dan kukeluarkan kontolku sendiri. Tanpa ragu lagi aku melototi kontol dan nonok istriku yang saling jemput itu. Aku mengocok-ocok kemaluanku sambil khayalanku terbang tinggi.

Genjotan istriku semakin cepat. Racau kedua insan yang asyik masyuk itu semakin riuh. Aku menyaksikan tubuh-tubuh mereka berkilat karena keringat birahi yang mengucur. Dalam kamar AC yang dingin itu nafsu birahi mereka membakar tubuhnya. Rambut istriku semakin awut-awutan. Rambut itu menggelombang setiap tubuhnya naik turun menggenjoti kontol bossnya.

Saat mereka mulai mendaki puncak, tak pelak lagi keduanya mempertingi polahnya. Pak Wijaya mempererat pelukan pinggul Retno dan bibir Retno melumat penuh gereget bibir Pak Wijaya. Keadaan menjadi semacam 'chaos'. Liar dan tak terkendali.

Cakar dan kuku istriku menghunjam pada kemeja Pak Wijaya sementara bibir dengan cepat mematuk bahu Retno. Mataku konsentrasi melotot ke arah kontol yang keluar masuk ke nonok itu. Dan saat kecepatan genjotan naik turun tak lagi terhitung samar-samar aku melihat cairan putih mencotot meleleh dan berbusa di batangan kontol Pak Wijaya. Itulah klimaks. Istriku masih menggenjot sesaat hingga yakin bahwa seluruh cadangan peju Pak Wijaya telah tumpah memenuhi lubang nonoknya. Dan kemudian hening. Istriku menyandarkan kepalanya di dada Pak Wijaya. Nafas panjang keduanya nampak dari dada-dada mereka yang setiap kali menggembung kemudian kempis.

Istriku merosot ke lantai dalam kelelahan yang sangat. Demikian pula Pak Wijaya. Bermenit-menit keadaan itu berlalu.

Akan halnya aku, ejakulasi pertama langsung kudapatkan saat menyaksikan genjotan istriku semakin cepat tadi.

Kudengar kursi di ruangan Pak Wijaya berderit. Aku harus cepat keluar ruangan ini. Kusaksikan istriku bersama bossnya menuju toilet yang ada di ruangannya. Aku membetulkan celanaku dan bergegas keluar.

Tanpa ada masalah dengan berboncengan sepeda motorku kami sampai di tempat kost jam 8 malam. Seperti biasa Retno menyiapkan nasi dan lauk pauknya untuk makan malam itu.

Aku masih melotot hingga jam 12 malam di depan TV sementara itu istriku nampak pulas tertidur. Aku memakluminya.

* TAMAT *